METRO TV NEWS HUKUM

BERITA LAINYA

Dasar Hukum Naturlisasi Irfan Bachdim

Dasar Hukum Naturalisasi Irfan Bachdim - Pemain Timnas Indonesia Irfan Bachdim lahir dan besar di belanda, berkat naturalisasi (pewarganegaraan)  maka irfan Bachdim dapat bermain untuk membela Timnas Indonesia di kompetisi apapun, dan Irfan Bachdim sampai saat ini sudah membuktikan bahwa dia memang layak diperjuangkan dengan naturalisasi oleh PSSI.

Sebenarnya Irfan bachdim adalah warga negara Indonsia karena Bapaknya asli orang Indonesia, hal ini sesuai dengan UU No 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan republik Indonesia. Jadi Irfan bukan dinaturalisasi, melainkan dia memang warga negara indonesia.

Berikut bunyi dari UU No 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia :
 Pasal 4

Warga Negara Indonesia adalah:

a.setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;

b.anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia;

c.anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;

d.anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia.

e.anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia; tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asala ayahnya tidak memberikan kewargaanegaraan kepada anak tersebut;

f.anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia;

g.anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;

h.anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas)  tahun dan/atau belum kawin;

i.anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

j.anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;

k.anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.

l.anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.

m.anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Pasal 5

 (1)    Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

 (2)     Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

Berdasarkan pengeritian warga Negara Indonesia diatas maka Irfan Machdim berada di butir C, namun pada pasa 6 UU No 12 Tahun 2006 ini menyatakan :

(1) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf f, huruf m, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.

(2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak  berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

Jadi apakah Irfan Machdim pada saat usia 18 tahun memilih kewarganegaraan belanda ataukah Indonesia ? Bila pada saat itu Irfan Machdim memilih kewarganegaraan Belanda, maka naturalisasi (pewarganegaraan) adalah sitilah yang tepat buat masuk Irfan ke Timnas.

Inilah Hukuman Robby Shine Pemerkosa ABG Batam

Inilah Hukuman Robby Shine Pemerkosa ABG Batam  - Hukum tidak memandang "bulu", demikian juga halnya Artis Robby Shine yang memperkosa gadis ABG di batam, dia juga akan mendapat hukuman, karena hukum tidak melihat "status, golongan, dan kekayaan" bila terbukti bersalah

Jadi inilah hukuman / pasal yang menjerat Robby Shine dan setiap pelaku pemerkoasa anak SMP/dibawah umur Robby akan dikenakan telah melanggar pasal 81 Jo 82 UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Robby akan diancam 15 tahun pencara dan denda Rp.300.000.00

Pasal 81

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Inilah hukuman Penjual Perawan Anak SMP

Inilah hukuman Penjual Perawan Anak SMP - Apa hukuman yang dapat dikenakan bagi seseorang pelaku penjual anak, seperti seorang Bibi menjual perawan anak SMP yang terjadi di surabaya.

Pelaku dapat dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 2 Jo 17 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 dan/atau Pasal 88 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 506 KUHP.

 
Iniah isi pasal yang dimaksud :

Pasal 2 UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Perdagangan Orang

Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetuujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,-(Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,-(Enam ratus juta rupiah).

Pasal 17

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 88 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidanan (KUHP)

Barangsiapa mengambil keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.

Upaya Banding Anggodo Memeperberat Hukumannya

Putusan Upaya Banding Anggodo Memeperberat Hukumannya - Anggodo Widjojo menempuh upaya hukum banding, setelah dia divonis bersalah dan dihukum 4 tahun di Pengadilan Tipokor Jakarta Pusat. Vonis 4 Tahun tersebut menurut Anggodo tidak adil, sehingga menurut UU anggodo widjojo berhak melakukan uapya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.

Upaya banding Anggodo tersebut telah diputus, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menambah masa hukuman Penjara terpidana kasus penyuapan pimpinan KPK tersebut menjadi 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 250.000.000 subsider 5 bulan kurungan.

Namun Upaya banding yang dilakukan KPK terhadap dakwaan subsider atau kedua dari KPK yang menuntut Anggodo telah menghalang-halangi tugas KPK dalam memberantas korupsi, menurut Pengadilan Tinggi  tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

KPK melakukan upaya banding karena merasa keberatan atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menganulir pasal 21 UU Tipikor tentang merintangi proses pemeriksaan korupsi, karena waktu itu anggodo pernah meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) dan Kepolisian.

Kakek 67 Tahun Dituduh Mencuri Papan

Kakek 67 Tahun Dituduh Mencuri Papan- Seorang kakek 67 Tahun diadili di Pengadilan Negeri Simalungun, Sumut. Kakek ini dituduh melakukan pencurian papan.Tiodore Galimbat bakara begitu nama lengkap sang kakek yang saat ini harus menunggu putusan pengadilan tentang kasus pencurian yang dituduhkan padanya.

Penuntut Umum menuntut Tiodore selama 6 bulan pidana kurungan, karena Tiodore telah melakukan tindak pidana pencurian Papan milik Hotman Bakara yang dilakukan bersama-sama dengan anaknya Rifau N Bakara (27 tahun di Desa Sipolha, Kec. Pematang Sidamanik. Simalungun sekitar 2007 hingga 2009 silam.

Dalam surat tuntutannya Penuntut umum menyatakan bahwa kedua terdakwa telah terbbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada pasal 363 KUHP, yakni Pencurian dengan pemberataan.

berbeda dengan penilaian pengunjung sidang, bahwa kasus ini terkesan dipaksakan dan Pennunutut umum tidak sama sekali mempertimbanhkan keterangan saksi-saksi, dimana tidak seorangpun saksi melihat dan membenarkan terdakwa telah mencuri.

Bahkan menurut beberapa saksi efendi bakara dan linus bakara, papan itu merupakan milik kedua saksi sendiri, dan papan itu diberikan secara cuma-cuma kepada Tiodore.

Kasus diatas, lagi-lagi telah membaut kita bertanya-tanya, bagaimakah kita mendapat keadilan sedangkan penegak keadilan sendiri mengabaikan suara rakyat, bahkan dengan egonya menyatakan telah terbukti dengan sah dan meyakinkan.

Abu Bakar Baasyir Tolak Penangkapanya


Abu Bakar Baasyir Tolak Penangkapanya - Abu Bakar Ba'asyir  masih diperiksa di Bareskrim Mabes Polri. Kuasa hukum Ba`asyir, Mahendradtta, mengungkapkan bahwa kliennya menolak penangkapan yang dilakukan Densus 88.

Menurut Mehendradatta, tak ada kejelasan soal keterlibatan Ba`asyir dalam peristiwa teroris apapun. Mehendradatta menilai tuduhan keterlibatan Ba`asyir dalam terorisme tidak berdasar. "Karena tidak jelas terlibat terorisme mana," tegas mahendrata.

Ba`asyir bahkan menegaskan penangkapan dirinya tak lebih dari pesanan pihak asing yakni Israel, AS, dan antek-anteknya. "Ini serangan balik asing terhadap dakwah," ujar Mahendradatta.

Sebelumnya, Kabid Humas Mabes Polri Irjen Polisi Edward Aritonang mengatakan bahwa Ba`asyir berperan aktif dalam pelatihan militer teroris di Aceh. "Merestui dan mendanai,". Termasuk menunjuk Dulmatin sebagai penanggung jawab lapangan. (detik.com)

Terkait penolakan penagkapan oleh densus, Baasyir bersama kuasa hukumnya dapat mengajukan pra peradilan, jangan malah balik mendunding piha-pihak lain. agar persoalannya jang mambias kemana-mana.

Pra Peradilan menggambarkan suatu eksistensi sebuah peradilan, dimana terdapat wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan serta ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.

Mengenai praperadilan ini diatur dalam Pasal 1 poin 10 Pasal 77 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP yang berbunyi :

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Dalam Pasal 77 KUHAP juga dinyatakan bahwa, Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Cut Tari Bukan Korban Tapi Pelaku


Cut Tari Bukan Korban Tapi Pelaku - Kuasa hukum cut tari Hotman paris Hutapea mengatakan bahwa Cut Tari  seharusnya tidak diadili terkait kasus video porno yang menimpanya, oleh karena itu kasus ini akan dibawa Hotman ke Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia).

Menurut Paris klienya adalah Korban sehingga tidak layak diadili, makanya dalam waktu dekat mau mempertanyakan kepada Peradi, apakah orang yang tidak ikut terlibat dalam prsoes penyebaran video itu juga harus diadili.

Pendapat Hotman paris hutapea ini, sah-sah saja dalam rangka dia sebagai kuasa hukum tari, tapi apakah benar demikian? Yang jelas untuk mengetahui seseorang bersalah biarlah pengadilan yang memutuskan agar tidak menimbulkan polemik dimasyarakat.

Terkait permintaan pendapat pada sesama advokat, juga sah-sah saja akan tetapi hal ini jangan menggiring opini publik, bahkan mempengaruhi independensi peradilan, apalagi hal ini dilakukan bagian dari skenario pembebasan cut tari dari jeratan hukum.

Terkai apakah Cut tari korban ataukah pelaku, masih perdebatan, karena pada video tersebut cut tari tidak dengan tegas menolak untuk direkam, bahkan dia tahu kalo adegan mereka sedang direkam, jadi apa bedanya dengan luna maya dan ariel.

Ketiga orang ini adalah pelaku bukan korban. Yang korban adalah bangsa indonesia, dimana dengan beredarnya video bokep mereka, sangat berpengaruh pada pembangunan karekter generasi penerus bangsa.

DPR Berikan Data UU Kejaksaan Pada Yusril

Ketua DPR Marzuki Alie mengizinkan Yusril Ihza Mahendra mengambil data informasi yang dibutuhkan termasuk UU Kejaksaan yang dibutuhkan untuk sidang Mahkamah Konstitusi.

Menurut Marzukie pembeeian izin itu tidak masalah karena yang diminta yusril dokumen publik. Hal ini juga menyangkut UU (keterbukaan Informasi Publik) KIP, dimana siapa saja masyarakat memperoleh akses untuk mendapat informasi dan dokumen.

Untuk sidang MK nanti, jika DPR ternyata diundang untuk memberikan saksi terkait UU Kejaksaan yang diujimaterikan di MK, Marzuki mengatakan akan mewakilkan kepada komisi hukum DPR, Komisi III.

Sebelumnya mantan, Yusril yang menjadi tersangka atas kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) menemui pimpinan DPR di Senayan. Yusril meminta data tentang UU Kejaksaan No 16 tahun 2004.

Data-data tersebut, kata Yusril, berupa risalah, transkip rekaman dan rekaman terkait pembahasan RUU Kejaksaan Agung dari DPR. Data tersebut, untuk dikroscek dengan data yang telah dimilikinya dan diharapkan bisa mempengaruhi putusan MK terutama terkait masa jabatan Jaksa Agung

Putusan MK Sengketa Pilkada Ternate

Putusan MK Sengketa Pilkada Ternate - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Persesilisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kota Ternate yang dimohonkan oleh Iqbal Ruray-Vaya Armaiyn (Alva), Selasa (18/05) di ruang sidang pleno MK. Pembacaan putusan tersebut dibacakan oleh sembilan hakim MK.

Dalam memutus perselisihan ini, MK berpendapat bahwa terhadap keberatan Pemohon tentang telah terjadinya penghilangan sisa surat suara sebanyak 49.315, MK berpendapat berdasarkan Saksi Termohon, yaitu Sultan Alwan (Ketua Panwas Kota Ternate) yang menerangkan tidak ditemukan unsur pelanggaran Pemilu dalam kasus tersebut. Keterangan itu dikuatkan pula dengan Bukti T-11 berupa Berita Acara Kajian Laporan Panwaslukada Kota Ternate.

“Di samping itu, sesuai dengan keterangan delapan orang PPK yang diajukan Termohon dan saksi-saksi yang diajukan Pihak Terkait, yang semuanya menerangkan tidak ada sama sekali pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilukada Kota Ternate. Selanjutnya, semua saksi-saksi pasangan calon telah membubuhkan tanda tangan dalam Model DB-KWK Berita Acara Hasil Perolehan Suara Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota di Komisi Pemilihan Umum Kota Ternate dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Ternate Tahun 2010, sehingga dalil-dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum,” kata Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi.

Sepanjang dalil Pemohon yang menyatakan telah terjadi pelanggaran karena pemajuan tanggal rapat pleno Pemilukada yang seharusnya tanggal 30 April 2010 dipercepat menjadi tanggal 26 April 2010, menurut Mahkamah pemajuan tanggal tersebut dibenarkan menurut hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 yang menyatakan, “Rapat Pleno KPU sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota”. Pemajuan tersebut diputuskan dalam rapat pleno KPU Kota Ternate yang sah yang juga dihadiri oleh saksi pasangan calon dan tidak ada yang mengajukan keberatan.

Dengan demikian, MK berkesimpulan bahwa pokok permohonan Pemohon tidak beralasan hukum. “MK menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK, Mahfud MD saat membacakan amar putusan

Menghadapi Kasus Perceraian

Persiapan Menghadapi Kasus Perceraian - Jika anda akan menghadapi sidang untuk kasus perceraian, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, ada beberapa hal yang perlu anda ketahui

1. Mendapatkan nasehat hukum

Jika anda tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hukum, ada baiknya anda meminta nasehat hukum dari seorang pengacara, konsultan hukum atau orang yang sudah berpengalaman. Jangan menganggap remeh persoalan yang anda hadapi, meskipun kasus yang anda hadapi tidak terlalu rumit,  karena konsekuensi hukum yang anda hadapi nantinya mengikat dan bersifat memaksa. Oleh karena itu, jangan menunda sampai saat-saat terakhir putusan hakim akan dijatuhkan atau saat posisi anda sudah terjepit.

2. Beberapa hal yang penting untuk ditanyakan

Banyak hal yang dapat anda tanyakan kepada pihak-pihak yang lebih mengetahui tentang proses hukum, antara lain tentang:

Hal-hal yang harus dipersiapkan, jika anda mewakili diri sendiri dalam sidang

Mendiskusikan tentang penyebab/alasan mengapa anda memutuskan bercerai dengan suami anda

Bila anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum) di pengadilan, apakah hal itu akan berpengaruh pada putusan hakim?

Biaya yang harus dikeluarkan, jika anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum)

Garis besar proses hukum yang akan anda hadapi di pengadilan

Lama waktu yang dibutuhkan untuk proses hukum kasus yang anda hadapi

Sebelum meminta nasehat hukum, sebaiknya anda menyiapkan terlebih dulu surat-surat penting mengenai kasus anda (antara lain: surat nikah asli dan fotokopinya yang telah dibubuhi materai, fotokopi akta kelahiran anak yang dilegalisasi di kantor pos, fotokopi KTP, fotokopi Kartu Keluarga,dll). Biasanya kasus perceraian disertai pula dengan masalah pembagian harta gono-gini, sebaiknya anda juga menyiapkan surat-surat yang terkait dengan dengan harta benda perkawinan seperti akta jual-beli, sertifikat, kwitansi, bon jual-beli, surat bukti kepemilikan dan semacamnya. Hal ini untuk memudahkan anda dan penasehat hukum anda memahami persoalan hukum yang sedang anda hadapi. Setelah anda memahami persoalan anda, diharapkan anda sudah dapat mengambil keputusan apakah akan meminta bantuan pengacara atau kuasa hukum sebagai wakil anda di pengadilan, atau anda memutuskan untuk mewakili diri anda sendiri, tanpa didampingi pengacara.

3. Dimana anda bisa mendapatkan nasehat & bantuan hukum?

Anda dapat meminta nasehat hukum dari seorang konsultan hukum atau pengacara, dengan kebebasan memilih untuk didampingi/tidak oleh mereka dalam sidang pengadilan nanti.

Jika anda tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar seorang pengacara, ada beberapa lembaga yang dapat anda mintai bantuan dengan tanpa membebani biaya yang berlebihan kepada anda. Lembaga yang sifatnya nirlaba ini, —misalnya Lembaga Bantuan Hukum terdekat di wilayah anda—biasanya akan mempertimbangkan bagaimana kondisi anda, baik kondisi ekonomi maupun psikologis.

Jika anda menginginkan nasehat hukum atau bantuan hukum dari pengacara swasta, jangan segan menanyakan biaya yang akan dikeluarkan. Juga jangan ragu untuk menanyakan kepada pengacara lain yang berbeda, jika biaya yang dikenakan terlalu mahal. Ingat! Anda mempunyai hak penuh untuk memutuskan dan memilih siapa yang akan menjadi penasehat hukum atau kuasa hukum yang anda anggap paling sesuai.

4. Yang harus anda siapkan sebelum ke pengadilan

    a. Bila tanpa didampingi Pengacara

ö  Mempersiapkan surat gugatan; Setelah anda memahami segala sesuatunya (sudah meminta bantuan saran/nasehat dari pihak yang paham soal ini), anda dapat mempersiapkan surat gugatan anda sendiri (langkah-langkah pembuatan surat gugatan dapat dilihat di Lembar Info LBH APIK Jakarta tentang Prosedur Mengajukan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama)

ö  Menyiapkan uang administrasi yang jumlahnya sekitar Rp.500.000.- (lima ratus ribu rupiah) yang nantinya harus anda bayarkan ke bagian pendaftaran gugatan di pengadilan. Anda akan menerima SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar) setelah membayar.

Mempersiapkan apa yang akan anda katakan di pengadilan tentang kasus anda. Untuk mempersiapkannya, disarankan agar anda berdiskusi kembali dengan orang-orang/pihak yang memahami soal ini.

Mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi

    b. Bila didampingi Pengacara

Jika anda memilih untuk didampingi pengacara, terlebih dulu pengacara anda membuat Surat Kuasa yang harus anda tandatangani. Surat Kuasa adalah surat yang menyatakan bahwa anda (sebagai pemberi kuasa) memberikan kuasa kepada pengacara anda (sebagai penerima kuasa) untuk  mewakili anda dalam pengurusan kasus anda, mulai dari pembuatan surat-surat seperti surat dakwaan, beracara di muka sidang pengadilan, menghadap institusi atau orang yang berwenang dalam rangka pengurusan kasus anda, meminta salinan putusan pengadilan dan sebagainya.

Menyiapkan Surat Gugatan. Bila anda sudah menandatangani Surat Kuasa, maka selanjutnya pengacara (kuasa hukum) andalah yang akan mengurus pembuatan Surat Gugatan dan surat-surat lainnya yang dibutuhkan selama proses hukum berjalan.

Siapkan uang administrasi kurang lebih Rp.500.000,- yang harus anda bayarkan ke bagian pendaftaran gugatan di pengadilan. Usai membayar, anda akan menerima SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar).

Siapkan uang untuk pembayaran pengacara anda bila pengacara yang anda minta bantuannya adalah pengacara yang dibayar.



Yang penting juga harus anda perhatikan:

Persiapkan mental anda

Usahakan tidak terlambat ke pengadilan karena dapat mempengaruhi jalannya sidang

Berpakaian sopan dan rapi.



5.  Di ruang sidang pengadilan

    a. Yang mungkin ditanyakan hakim

Dalam sidang pertama, hakim biasanya akan melakukan upaya perdamaian. Di sidang ini hakim akan bertanya apakah kedua pihak yang bersengketa akan mengadakan perdamaian/tidak?

Dalam proses pemeriksaan, hakim dapat menanyakan masalah-masalah yang terkait dengan gugatan, apakah ada keberatan dari para pihak/tidak?

Sebelum putusan dijatuhkan hakim, hakim dapat bertanya apakah ada hal-hal lain yang ingin disampaikan para pihak? Misalnya hak untuk mengasuh anak di bawah umur atau menemui anak, jika sebelumnya mendapat halangan untuk bertemu.

    b.   Siapa saja yang berhak hadir di persidangan?

Hakim: yaitu orang yang memimpin jalannya sidang, memeriksa, dan memutuskan perkara

Panitera:  yang bertugas mencatat jalannya persidangan

Anda, sebagai pihak yang mengajukan gugatan, disebut Penggugat/Kuasa hukumnya

Suami Anda, sebagai pihak yang digugat, disebut Tergugat/Kuasa hukumnya



6.   Apa hak anda sebagai Penggugat?

Didampingi pengacara sebagai kuasa hukum di pengadilan

Bertanya dan menjawab mengenai perkembangan kasusnya baik kepada kuasa hukumnya, maupun kepada hakim

Mendapat salinan surat keputusan pengadilan (dapat melalui kuasa hukumnya)

Mendapat perlakuan yang sama di muka hukum, tanpa dibedakan berdasarkan suku, agama, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik atau status sosialnya

7. Berapa lama proses berlangsung?

    a. Pengadilan Tingkat Pertama (di PN atau PA)

Sidang biasanya dilakukan lebih dari 6 (enam) kali, namun ada juga yang kurang dari itu. Jangka waktu yang dibutuhkan maksimal 6 (enam) bulan di tingkat pengadilan pertama (PN atau PA).

    b. Pengadilan Tingkat Banding dan Kasasi (di PT dan Mahkamah Agung)

Waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu perkara hingga tingkat banding dan kasasi berbeda-beda. Namun secara umum hingga awal proses pengadilan tingkat pertama hingga kasasi di Mahkamah Agung bisa memakan waktu 3-5 tahun.

Tinjauan Hukum SKPP Bibit-Chandra

Tinjauan SKPP Bibit - Chandra - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta selatan atas Putusan pembatalan SKPP Bibit Chandra nampaknya akan menimbulkan persoalan baru di Indonesia. Putusan tersebut bisa jadi akan kembali memicu munculnya gerakan perlawan “masyarakat”. Namun tidak menutup kemungkinan masyarakat akan diam saja, karena masyarakat sudah  semakin terbuka pikirannya akibat derasnya arus informasi media yang menginformasikan betapa bopengnya wajah institusi penegak hukum kita, bahkan partai politik setali tiga uang aparat penegak hukum.

Paska dibukanya rekaman kriminalisasi Anggodo CS terhadapa Biibit - Chandra masyarakat luas banyak yang menduga bahwa kasus pemerasan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh bibit candra adalah rekayasa belaka. Namun rekayasa tersebut sudah seharusnya diuji, mengingat klarifikasi yang dilakukan baik kubu Kepolisian dan Kejaksaan sama-sama memiliki kebenaran yang menyakinkan sehingga dalam hal ini ada dua kebenaran yang berbeda .

Berkali kali Bibit – Chandra Cs mengungkapkan keborokan Penyidik Kepolisian yang berafiliasi dengan Anggodo Cs telah melakukan rekayasa. Namun tidak kalah meyakinkannya dengan kalarifikasi yang dilakukan Kapolri Cs dan kejaksaan bahwa rekayasa tersebut tidak ada, bahkan kedua pimpinan penegak hukum tersebut sudah menyatakan bahwa berkas sudah P21, yang artinya bukti-bukti telah cukup bahwa Bibit-Chandra melakukan tindak pidana yang dituduhkan dan siap dilimpahkan ke pengadilan. Luar biasa klarifikasi yang dilakukan oleh kedua kubu, dan hasilnya tentu saja masyarakat dibuat bingung sedemikian rupa, ironisnya masing-masing pihak saling membangun opini untuk mencari dukungan. Klimaksnya kita telah membiarkan Press dan lembaga politik (Presiden) menjadi hakim dalam konflik hukum ini.Atas peristiwa ini tampaknya kita hukum memilih jalan yang lebih bijak.

Dalam beberapa diskusi yang dilakukan oleh Jakarta Lawyers Club banyak yang mengusulkan agar kasus tersebut di uji saja di pengadilan, guna menghidari kesimpang siuran persepsi yang ada dimasyarakat. Atas hal tersebut, saya sangat setuju, mengingat hanya hakim yang memiliki hak konstitusional untuk mengadili dan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah.

Nilai Keadilan Paska Terbitnya Putusan Pembatalan SKPP

Paska terbitnya SKPP dan kemudian dibatalkan dalam persidangan praperdilan yang dipimpin oleh Hakim tunggal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah seharusnya disikapi dengan bijak. Jaksa dalam hal ini sebagai pihak yang menerbitkan SKPP sepatutnya sesegera mungkin mengajukan upaya hukum terakhir /banding kepengadilan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP. Hal ini untuk menghindari munculnya pandangan inkonsistensi atas konstruksi hukum yang sudah dibentuk oleh jaksa. Disamping itu pengajuan banding juga dapat menjadi oase bagi Bibit – Chandra untuk mendapatkan keadilan, jika banding tidak diajukan tentu saja menjadi preseden buruk bagi kejaksaan, dan hampir dipastikan asumsi yang terbentuk adalah kejaksaan belum “ insyaf “.

Kompetensi praperadilan
Bahwa sejatinya dari kompetensi praperadilan atas SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) adalah berkaitan dengan formalitas / sah tidaknya SKPP tersebut. Berkaitan dengan sah atau tidaknya sebuah SKPP tersebut tentu saja berkaitan sah tidaknya terbitnya SKPP. Jika kita berpijak pada ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a dapat kita pahami bahwa syarat sahnya dari SKPP dikeluarkan adalah:
1. Karena tidak adanya cukup bukti;
2. Peristiwa tersebut ternyata bukan tindak pidana ;
3. Ditutup demi kepentingan hukum.

Bahwa, jika kita tafsirkan secara gramatikal tampaknya alasan pertama dan kedua bisa kita pahami, namun sulit rasanya jika alasan yang digunakan adalah ditutup demi kepentingan hukum. Dalam penjelasan KUHAP sendiri tidak menjelaskan secara jelas apa yang dimaksud dengan ditutup demi kepentingan hukum.

Dalam hal ini saya berpendapat bahwa hendaknya kewenangan / hak untuk menafsirkan suatu peraturan perundang-undangan diberikan kepada hakim, tidak diberikan kepada jaksa, pengacara, atau polisi. Adapun alasan hak untuk menafsirkan hukum diberikan kepada hakim karena hal tersebut sesuai dengan asas ius curia novit (hakim di anggap tau hukum), dimana asas ini melegitimasi hakim untuk melakukan recht finding dalam hal hukum tidak mengatur secara jelas. Maka adalah tepat jika SKPP yang dikeluarkan atas dasar demi kepentingan hukum / kepentingan bangsa dan Negara tersebut diuji oleh oleh Anggodo Cs, apakah benar SKPP dibenarkan terbit atas dasar kepentingan hukum ?, lalu apa yang dimaksud kepentingan hukum, silahkan hakim menilai. Mungkin banyak sekali SKPP yang telah di terbitkan oleh jaksa dan banyak dipermasalahkan oleh masyarakat. Lalu apa salahnya jika SKPP tersebut diuji kembali, setidaknya hal tersebut dibenarkan menurut hukum.

Kejaksaan pun menanyakan legal standing dari Anggodo sebagai pihak yang mengajukan praperadilan. Legal standing erat kaitannya dengan kepentingan hukum seseorang atas perkara tersebut, jika dia berkaitan langsung dengan perkara praperadilan tersebut maka dapat disimpulkan orang tersebut memiliki legal standing. Berdasarkan ketentuan pasal 80 KUHAP telah dijelaskan yang dapat mengajukan permintaan sah atau tidak sahnya sebuah penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan antara lain :
1.Penyidik,
2.Penuntut umum,
3.Pihak ketiga yang berkepentingan.

Bahwa dalam perkara terbitnya SKPP yang diterbitkan oleh Jaksa tentu saja yang dapat mengajukan praperadilan adalah Kepolisian dan Pihak Ketiga, mengingat sangat tidak mungkin jaksa mengajukan praperadilan atas produk hukumnya sendiri.

Dalam perkara Anggodo yang nota bene selaku pemohon Praperadilan maka kedudukan Anggodo berdasarkan pasal 80 KUHAP adalah dapat dikatakan sebagai pihak ke tiga yang berkepentingan. Hal ini adalah logis mengingat dugaan tindak pidana penyalagunaan wewenang yang dilakukan oleh Bibit dan Chandra dilakukan atas Anggoro yang merupakan abang kandungnya. Kalau tuduhan tersebut benar, maka setidaknya tindakan tersebut merupakan bagian dari korupsi, sehingga dapat dipastikan setiap warga Negara memiliki kepentingan hukum atas penyelesaian perkara-perkara korupsi, termasuk saya, SBY, Yusuf Kala, Bambang Hendarso maupun Anggodo. Tapi apapun pendapat saya setidaknya hakim telah menerima permohonan praperadilan tersebut, toh Cuma hakim yang berwenang untuk melakukan penafsiran hukum atas diri Anggodo yang menyatakan dirinya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.

Mudah-mudahan hakim – hakim kita isyaf bahwa sebobrok-bobroknya lembaga peradilan, masyarakat masih berharap pada hakim-hakim  kita untuk medapatkan putusan yang manusiawi. Semoga kita semua masih sejalan bahwa hukumlah yang menjadi panglima, bukan politik, dan semoga kita sadar bahwa hakimlah sang pengadil, bukan Press, Jaksa, Polisi, Pengacara atau Presiden. *Supriyadi Sebayang / Advokat & Don

Hukuman Penyebar Foto Bugil Clara Adelin Supit

Hukuman Penyebar Foto Bugil Clara Adelin Supit - Sungguh tragis nasib Clara Adelin Supit seorang mahasiswi cantik yang rela Foto Bugil karena bujukan sahabatnya Misly. Misly meminta tolong agar Clara Adelin foto bugil guna menolong pacarnya yang diduga kena guna-guna .

Niat baik Clara ini menuai balasan yang keji, dimana foto-foto yang selayaknya tidka diperlihatkan apda khalayak ramai itu disebarkan lewat internet oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Adapun Misly beserta pacarnya diduga kuat menjadi penyebar foto-foto bugil dari clara. Tida terima dengan perlakuan seperti ini Clara adelin Supit membuat laporan ke pihak kepolisian.

Pelaku penyebaran gambar/fotor telanjang, dapat dikenakan  dikenakan pasal UU ITE Nomor 11 tahun 2008 pasal 27 ayat 1 dan 3 tentang seseorang dengan sengaja menyebarkan asusila atau penghinaan, maka akan diancam penjara 6 tahun atau denda Rp 1 miliar Jo Pasal 4 Ayat 1 Undang Udang Pornografi dan POrnoaksi Jo pasal Pasal 282 ayat 1 KUHP.

Selain penyebar, para penyimpan foto/gambar, pengunduh ( download)  bugilpun akan dikenakan pasal 5 dan 6 Undang-undang Pornogradi dan Pornoaksi.



Inilah isi pasal-pasal yang dimaksud:

1. Undang undang  No 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Bab VII Perbuatan yang Dilarang
Pasal 27 ayat 1
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 27 ayat 3
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Bab XI Ketentuan Pidana
Pasal 45 ayat 1

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Undang undang NO 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:

e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

f.kekerasan seksual;

g.masturbasi atau onani;

h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

i.alat kelamin.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.
Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.
Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 30
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

3. Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Pasal 282
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Hukuman Mati, dan Pemberlakuan Hukum Surut

Hukuman Mati, dan Pemberlakuan Hukum  Surut - Amrozi Cs. telah di eksekusi mati oleh pihak kejaksaan. Pro-kontra hukuman mati telah menimbulkan gejolak khususnya dikalangan masyarakat dan penegak hukum, karena proses hukum dari penuntutan dengan menggunakan UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang diberlakukan surut terhadap Amrozi CS hingga vonis hukuman mati bertentangan dengan konstitusi, dimana berdasarkan UUD 1945 Pasal 28 I ayat (1) hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Hak-hak dasar tidak bersifat mutlak.

Bahwa pada dasarnya ketentuan hak-hak dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) bukanlah ketentuan hukum yang bersifat mutlak karena pembatasan-pembatasan / pengecualian atas hak tersebut telah diatur dalam pasal 28 J ayat (2), dimana dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.

Bahwa dari ketentuan pasal 28 J ayat (2) dapat kita pahami bahwa hak-hak dasar sebagaimana diatur dalam pasal 28 I ayat (1) bukanlah bersifat mutlak, karena secara tegas hak tersebut dapat dibatasi sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 28 J ayat (2) dimana pembatasan tersebut harus diatur dalam UU. Bahwa pembatasan-pembatasan tersebut ternyata selain harus diatur dalam UU juga harus memenuhi unsur frase untuk memenuhi tuntutan yang adil sesesui dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat. Frase ini tentu saja sifatnya sangat subjektif, namun menurut penulis tujuan keadilan tersebut harus di temukan/diwujudkan oleh hakim dengan memperhatikan moral, nilai-nilai agama, kemanan dan ketertiban umum dalam masyarakat.

Bahwa vonis hukuman mati yang selama ini mendapatkan penentangan dengan alasan bertentangan dengan moral karena akan menimbulkan lingkaran kekerasan yang tidak berujung dan bertentangan dengan konstitusi ternyata tidak selamanya tepat, karena hukuman mati dan pelaksanaannya telah diatur oleh Pasal 10 KUHP yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan UU No. 2 (Pnps) Tahun 1964, sehingga selama pelaksanaannya diatur berdasarkan undang-undang maka hal tersebut tidak dapat dianggap melanggar Konstitusi. Kejahatan-kejahatan yang menimbulkan kegoncangan dan kerugian bagi masyarakat yang dilakukan sedemikian rupa dengan terencana, berdasarkan sifatnya dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan adalah tepat jika dijatuhi hukuman mati, yang tentu saja harus dibuktikan terlebih dahulu apakah bukti-buktinya kuat, tidak ada alasan pemaaf dan pembenar, tidak ada rasa penyesalan atas tindakan tersebut, dan berdasarkan penilaian hakim dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum sebagaimana diamanatkan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 hal tersebut dapat dijatuhkan hukuman mati. Sehingga secara yuridis sosiologis, fungsi hakim dalam memberikan vonis tidak semata-mata didasari pada alasan legalistik, pandangan etika, moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum juga menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan vonis hukuman mati.

Menurut penulis frase dalam pasal 28 I ayat (1) yang berbunyi tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun bukan merupakan kaidah hukum berlaku secara mutlak, karena jiika frase tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun dilaksanakan secara mutlak maka akan menimbulkan rasa ketidak-adilan yang timpang di tengah masyarakat masyarakat.

Peristiwa hukum Yunani klasik bisa kita jadikan contoh kasus, dimana karneades seorang Yunani di jaman kuno, takala kapalnya tenggelam dapat menyelamatkan diri dengan berpegangan pada sebuah papan yang terapung di air, namun tenyata pada papan tersebut ada orang lain yang juga sedang berusaha untuk menyelamatkan dirinya dengan berpegangan dengan papan. Oleh karena papan hanya bisa menampung satu orang lalu karneades mendorong orang tersebut dari papan, sehingga orang tersebut meninggal. Atas hal ini penuntut umum pada saat itu membawa perkara ini ke Pengadilan namun oleh sang Pengadil (hakim) karneades dibebaskan (dimaafkan) walaupun secara moral hal tersebut tidak dibenarkan.

Jika kita menggunakan ketentuan Pasal 28 I ayat (1) maka tindakan karneades tidak dibenarkan dan harus dihukum berat, karena hak untuk hidup yang dimiliki oleh seseorang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini tentu saja akan mengugah rasa keadilan yang hidup di masyarakat.

Demikian hal nya dengan ketentuan seseorang tidak dapat dituntut atas dasar hukum tidak berlaku surut sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) tidak dapat diberlakukan secara mutlak, hal ini telah dibatasi dengan ketentuan pasal 28 J ayat (2). Jika kita berpegangan pada Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 KUHP jelas larangan penuntutan oleh hukum yang berlaku surut tidak secara mutlak, karena dalam ayat (2) dapat ditafsirkan bila terjadi perubahan maka akan haruslah dipakai ketekentuan yang ringan. Frase ini tentu tidak konsisten dengan pemberlakukan hukum yang surut.

Contoh kasus, pada suatu hari A dan B melakukan tindak pidana dan kemudian ditangkap, oleh karena dalam penangkapan A mengalami jatuh sakit kemudian proses penyidikan dilakukan terlebih dahulu pada si B, kemudian si B disidangkan dan akhirnya dihukum. Pada saat si B telah mendapat vonis A sembuh dan proses penyidikan pun dilakukan. Pada saat proses penyidikan berlangsung ternyata telah terjadi perubahan undang-undang bahwa tindak pidana yang dilaksanakan oleh si A dan B ternyata bukan lagi merupakan tindak pidana, oleh karenanya berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (2) si A dibebaskan. Dalam hal ini tentu saja sangat jauh dari nilai-nilai keadilan, khususnya bagi terpidana B.

Bahwa dalam pandangan penulis pemberlakukan hukum yang surut pada prinsipnya tidak mutlak apalagi undang-undang sebelumnya telah mengatur, namun yang terpenting dari pemberlakuan hukum surut tersebut adalah tindak pidana tersebut demikian kejamnya sehingga berdasarkan moral, etika, agama dan ketertiban umum tindakan tersebut sudah sepatutnya di hukum, tanpa memandang undang-undang tersebut berlaku surut atau tidak. Sehingga titik tolak berlakunya tuntutan pidana berlaku surut adalah kejahatan itu sendiri.

Oleh karenanya berdasarkan hal tesebut jelas bahwa hak untuk hidup dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum hukum yang berlaku surut adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dapat disimpangi, yang tentu saja selama diatur oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum.

Pencemaran Nama Baik (310 Jo. 311 KUHP) Perlu dihapuskan atau tidak ?

Pencemaran Nama Baik (310 Jo. 311 KUHP) Perlu dihapuskan atau tidak ? - Belakangan ini banyak sekali kalangan politisi, akademisi, Press, praktisi hukum bahkan aktivis HAM mempermasalahkan keberlakuan Pasal 310 dan 311 KUHP. Keberadaan pasal ini disinyalir menghambat demokrasi dan dianggap tidak dapat dipertahankan lagi dalam sistem hukum kenegaraan sehingga harus dihapuskan. Disamping itu pasal ini cenderung digunakan oleh pihak penguasa untuk memberangus dan membungkam lawan. Pandangan tersebut nampaknya ada benarnya, karena fakta menunjukan setiap kritikan, masukan dan upaya pembongkaran korupsi serta mafia hukum nampaknya pasal tersebut kerapkali digunakan untuk membungkam. Dan hasilnya sudah pasti justru si pengkritik yang harus berhadapan dengan persoalan hukum karena dianggap menista dan melakukan pencemaran nama baik. Hal ini bisa kita lihat dari kasus Susno Duadji, Ferdi Semaun , ICW dan lain-lain yang ketika melakukan kritik dan upaya pembongkaran korupsi dan mafia hukum (terlepas ada bukti atau tidak). Namun menurut penulis wacana penghapusan pasal tersebut terkesan reaksioner dan pragmatis, mengingat tidak pernah didukung dengan alasan-alasan yuridis.

Jika kita berfikir secara sosiologis dan yuridis mengenai keberlakuan pasal tersebut, kita dapat menilai apakah benar pengguganaan pasal tersebut hanya digunakan untuk membungkam aktivis, atau setidaknya apakah hanya mereka yang berkuasa yang bisa menggunakan pasal tersebut. Maka tentu saja dapat kita sepakati bahwa setiap warga Negara yang nama baiknya dicemarkan oleh seseorang dapat menggunakan pasal ini untuk melindungi harkat, martabat, nama baik dan kedudukannya sebagai warganegara yang dilindungi oleh konstitusi. Hal tersebut tampaknya perlu kita tegaskan, mengingat subjek hukum dalam setiap peraturan perundang-undangan tidak memandang strata dan kedudukan, dalam arti setiap warga Negara memiliki kedudukan yang sama didepan hukum, serta memiliki hak yang sama dalam setiap proses hukum untuk mencari keadilan.

Bahwa setidaknya untuk dapat dikatakan sebuah peraturan hukum yang berlaku dikatakan efektif atau tidak didalam sebuah masyarakat bisa kita nilai dengan pisau analisa yang biasa di pakai oleh para begawan hukum pada umumnya, yakni dengan memperhatikan aspek filosofis sosiologis dan yuridis. Ketiga hal ini pada umumnya sering digunakan oleh para yuris untuk menilai apakah sebuah peraturan perundang-undangan masih layak digunakan atau tidak dalam sebuah masyarakat, meskipun banyak anggapan bahwa KUHP kita merupakan warisan kolonial yang harus kita tinggalkan.

Jika kita kita hubungkan hal tersebut di atas dengan keberadaan Pasal 310 dan 311 KUHP yang nota bene merupakan warisan dan peninggalan kolonial sehingga harus ditinggalkan, adalah alasan yang tidak berdasar mengingat justru konstitusi kitalah yang membenarkan agar peraturan tersebut tetap ada. Adapun manfaat dari pasal tersebut diberlakukan berdasarkan ketentuan aturan peralihan untuk menghindari kekosongan hukum berkaitan dengan pencemaran nama baik. Bisa kah kita bayangkan jika ketentuan tersebut dinyatakan tidak berlaku. Tentu saja masyarakat yang nama baiknya tercemar akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan keadilan atas sebuah perbuatan yang menurut nalar dan akan sehat perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik tersebut jelas merugikan.

Pada prinsipnya setiap warga Negara memiliki hak dan kehormatan yang melakat pada dirinya, salah satunya adalah nama baik. Jika kita bertanya kepada diri kita sendiri atau setidaknya kepada masyarakat, apakah mereka mau nama baiknya dicemarkan atau dituduh melakukan sesuatu padahal perbuatan tersebut tidak dilakukannya. Lalu kita kembali bertanya apakah dibenarkan jika dia mengambil upaya hukum agar si pelaku diberikan ganjaran/ hukuman karena telah merusak dan melukai kehormatan/nama baiknya. Tentu saja jawabannya adalah upaya hukum tersebut dibenarkan.

Contoh :
Si A merupakan seorang akademis di bidang hukum tata negara, pada suatu hari dia dimintakan oleh seorang pemohon untuk menjadi ahli dalam perkara uji materiil undang-undang anti rokok, dalam pejelasannya si A menerangkan bahwa UU anti rokok tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan seterusnya. Setelah beberapa hari munculah di media dan rumor yang keluarkan oleh si B bahwa si A telah menerima uang miliaran rupiah dalam memberikan keterangan ahlinya, dan selanjutnya si hakim pun tidak lepas dari fitnah tersebut dimana si hakim dituduh telah menerima sebuah rumah dan sejumlah uang agar memenangkan perkara tersebut.
Lalu apakah menurut nurani dan akal sehat si A dan si hakim dibenarkan melakukan upaya hukum untuk melindungi kehormatannya karena telah dicemarkan nama baiknya oleh si B ?
Hal ini tentu saja dibenarkan, mengingat dimasyarakat sendiri apabila terjadi rumor merekapun akan melakukan upaya untuk mengembailkan agar keadaan menjadi normal seperti sedia kala.

Berkaitan dengan padangan beberapa orang yang menganggap bahwa keberadaan pasal 310 jo. 311 KUHP dianggap tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan demokrasi karena pasal tersebut biasa dipakai oleh penguasa untuk melawan akktifis adalah alasan yang berlebihan dan tidak berdasar. Mengingat hingga saat ini belum ada penelitian yang ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan bahwa dalam perjalanan sejarah penegakan hukum di Republik Indonesia khususnya berkenaan dengan penggunaan pasal 310 Jo. 311 KUHP hanya digunakan oleh penguasa. Sehingga secara sosiologis alasan tersebut sama sekali tidak relefan, dan sangat subjektif.

Bahwa keberlakuan filosofis pada sebuah peraturan perundang-undangan adalah berkaitan dengan cita-cita dan tujuan hukum tersebut diciptakan, apakah dia diciptakan untuk membuat keadaan lebih baik dan sehingga bermafaat bagi masyarakat atau tidak.

Jika kita menelaah dari keberlakukan sosiologis, nampaknya secara filosofis dapat kita pahami bahwa maksud dari keberlakukan pasal tersebut bukanlah untuk menghalangi aktifis, atau hanya digunakan oleh penguasa untuk menghadapi kritik. Namun lebih dari itu setiap warga Negara yang memiliki nama baik dapat mjenggunakan pasal tersebut, karena tujuan dari pasal tersebut adalah untuk melindungi nama baik dan kehormatan seseorang di dalam masyarakat. Sehingga adalah tepat jika seseorang membuat sebuah opini dan berita tentang seseorang yang tidak sesuai dengan kebenarannya harus dihukum karena telah merugikan nama baik dan kehormatan orang tersebut. Perlu pula ditegaskan bahwa keberlakukan pasal ini untuk seluruh warga Negara, tidak hanya untiuk Presiden, menteri, penegak hukum, politisi atau pejabat negara, namun seluruh warga negara, tanpa memandang status sosial, baik guru, tukang becak, tukan buah atau buruh dapat menggunakan pasal ini jika kehormatannya dianiaya.

Jika kita menilai pasal 310 Jo. 311 KUHP dalam perspektif yuridis dalam arti apakah dia bertentangan dengan Konstitusi sehingga harus dibatalkan, maka tentu saja hal tersebut tidak benar. Karena keberlakukuannya dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam ketentuan perlaihan dimana peraturan-peraturan tersebut diberlakukan untuk menghindari kekosongan hukum. Disamping itu keberlakuan pasal ini mengikat seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya di khususkan bagi pemegang kekuasaan. Siapapun warga Negara yang merasa nama baiknya dicemarkan oleh orang lain, maka dapat mengambil upaya hukum dengan mengunakan pasal ini.

Perlu kita pahami bahwa dalam hukum pidana setidaknya kita harus memegang teguh asas-asas dari hukum pidana, dimana pemidanaan yang dijatuhkan oleh seorang hakim bukanlah sebuah putusan yang serta merta menghubungkan unsur-unsur dalam sebuah peraturan lalu dihubungkan dengan fakta-fakta yang terjadi dalam persidangan. Namun lebih dari itu dalam menjatuhkan sanksi seorang hakim pidana (tanpa terkecuali) memegang teguh asas-asas dalam hukum pidana, diantaranya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa, kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah, dan asas keadilan.

Jika seseorang melakukan kritikan namun hal tersebut ditujukan bukan dengan maksud untuk mencemarkan nama baik maka tentu saja hakim akan membebaskan orang tersebut, karena tidak ada unsur kesengajaan dan kesalahan dalam peristiwa tersebut.

Namun penulis mengakui belakangan sangat banyak hakim-hakim kita yang menjatuhkan vonis pidana tanpa memperhatikan asas-asas hukum pidana, demikian halnya dengan pola kerja dan tingkahlaku Polisi dan jaksa yang terkadang memaksa dan merekayasa unsur-unsur pidana dalam sebuah pasal demi meraup segepok uang. Namun menurut penulis hal tersebut tidaklah berkaitan dengan demokratis atau tidaknya sebuah pasal, hal tersebut berkaitan mental dan budaya dari aparat penegak hukum. Karena sesungguhnya hukum itu adalah benda mati yang tidak bernyawa, yang diberlakukan sangat tergantung dari siapa yang akan menggunakannya. *Supriyadi Sebayang

Penganiayaan Biasa Dan Penganiayaan Ringan

Penganiayaan Biasa Dan Penganiayaan Ringan -Peristiwa Penganiayaan dengan korban Cici Paramida yang dilakukan oleh suaminya dan juga salah satu anggota DPR RI dari partai demokrat yang kepalanya dilempar buku oleh George Adicondro dalam sebuah diskusi.

Atas dua peristiwa tersebut jika kita merujuk pada KUHP setidaknya peristiwa tersebut masuk dalam unsur-unsur penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) (Penganiayaan biasa) Jo. 352 ayat (1) KUHP (penganiayaan Ringan).

Dalam beberapa perkara pidana penganiayaan memang tidak mudah untuk menentukan apakah sebuah penganiayaan masuk dalam kategori Penganiayaan Biasa dengan Penganiaayaan Ringan. Hal ini nampaknya perlu kita kaji lebih dalam, menginggat dalam beberapa perkara terkadang Penyidik (Kepolisian) tidak sejalan dengan apa yang diinginkan oleh korban. Khususnya berkaitan dengan ditahan atau tidaknya seorang pelaku Penganiayaan, mengingat jika si pelaku dikenakan pasal 351 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsur penganiayaan biasa dimana pelaku harus ditahan, jika pelaku dikenakan pasal 352 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsure penganiayaan ringan sehingga pelaku tidak bisa ditahan. (Lihat ketetuan pasal 21 Ayat (4) KUHAP).

Cici Paramida Teraniaya
Contoh :
Pada tanggal 7 Maret 2010, pukul 03.30 WIB ada seseorang perempuan dianiaya oleh mantan suaminya, akibat penganiayaan tersebut si korban mengalami luka dan rasa sakit pada bagian bibir dan mulutnya. Bahwa setelah peristiwa tersebut terjadi Korban pada waktu yang sama melaporkannya kepada pihak kepolisian. Setelah sampai dan melaporkan peristiwa tersebut Si Korban di mintai keterangan (BAP) tentang bagaimana peristiwa tersebut terjadi dan siapa pelakunya, hingga pada akhirnya munculah pertanyaan terakhir dari penyidik , dan si Korban ditanya oleh Penyidik : Apakah setelah peristiwa penganiayaan tersebut terjadi Saksi Korban masih bisa bekerja ? Jawab Korban “ Iya, saya masih bisa bekerja dengan baik. Bahwa dengan alasan si korban masih bisa bekerja dengan baik, akhirnya Penyidik berkesimpulan bahwa Pelaku dikenakan pasal 352 ayat (2) KUHP yakni penganiayaan ringan walaupun jika kita lihat secara kasat mata demikian rupa parahnya luka tersebut. Akibat dari penggunaan pasal tersebut akhirnya Pelaku tidak ditahan.

Bahwa selanjutnya setelah proses Pelaporan dan pemeriksaan selesai, ternyata keesokan harinya akibat dari pemukulan tersebut Korban merasakan sakit nyeri yang luar biasa pada bagian mulutnya, sehingga menyebabkan si Korban tidak bisa berfikir dan berkonsentrasi, dan pada hari selanjutnya tanggal 8 Maret 2010 korban tidak bisa masuk kerja. Bahwa selanjutnya Korban kembali mendatangi Penyidik dan meminta supaya pelaku ditahan, mengingat rasa sakit yang dialami oleh Korban luar biasa sakitnya, khususnya dibagian mulut. Atas pernmintaan tersebut Penyidik menolak untuk melakukan penahanan dengan alasan si korban bukan lah penyanyi , sehingga walaupun mulutnya sakit dianggap masih bisa melakukan aktifitas. Namun sebaliknya jikapun luka kecil dijari seorang pemain biola yang hal tersebut menyebabkan si pemain biola tidak bisa bermain biola maka kejahatan tersebut adalan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) KUHP dan sipelaku bisa ditahan.

Bahwa pandangan tersebut sangatlah konservatif, diskirminatif dan sangat jauh dari rasa keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengingat konstruksi hukum yang dibangun oleh penyidik terlalu simplikatif dalam mengartikan sakit yang dapat mengahalangi seseorang untuk bekerja. Bagaimana jika si Korban adalan seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja / pengangguran, ketika dirinya teraniaya dan menimbulkan luka dijarinya sehingga akibat luka dijarinya dia tidak bisa memotong bawang atau cabai apakah sipelaku bisa dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP dan ditahan. Pertanyaan ini sangat penting untuk kita ajukan, mengingat terkadang penyidik sering kali bermain-main dan melakukan jual beli pasal dalam sebuah perkara, dimana kepada korban dia mengatakan pasal yang dikenakan adalah pasal 352 sehingga pelaku tidak ditahan, sedangkan pada pelaku selalu diancam akan dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP sehingga harus ditahan. Hasilnya tentu saja si pelaku akan mengeluarkan uang bagaimana caranya supaya sipelaku tidak ditahan, sedangkan tanggung jawab Penydidik kepada Korban tidak perlu susah-susah mengingat dari awal penyidik sudah mengelabui korban dengan penggunaan pasal 352 ayat (2) KUHP dimana Pelaku tidak bisa ditahan.

Bahwa jika kita melihat akibat dari pemukulan tersebut tenyata sikorban mengalami sakit nyeri dan tidak bisa bekerja dengan baik, maka secara otomatis unsur-unsur penganiayaan ringan tidak bisa lagi dipertahankan oleh Penyidik dalam perkara tersebut, melainkan masuk dalam peristiwa penganiayaan biasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) KUHP, sehingga sudah seharusnya pelaku penganiayaan tersebut ditahan.

Jalan terbaik atas perkara tersebut adalah Korban dapat meminta BAP tambahan yang mana hal tersebut dibenarkan menurut KUHAP. Dalam BAP tambahan Korban bisa kembali menerangkan bahwa selang beberapa hari ternyata luka yang dialami telah mengakibatkan sakit yang luar biasa sehingga Korban tidak bisa bekerja dan harus meliburkan dirinya 2 hari untuk beristirahat.

Jika Pihak penyidik menolak untuk BAP tambahan, maka jalan terbaik adalah mencabut berkas laporan dan memindahkannya ke tingkat yang lebih tinggi lagi dengan alasan penyidik ditempat laporan semula tidak professional. Dalam hal ini, jika pelaporan dilakukan di Polsek maka si pelapor bisa memindahkan laporannya ke Polres, hingga terus berturut-turut kejenjang Polda dan Mabes Polri, mengingat menurut KUHAP hal tersebut dibenarkan.

Keterlibatan Media Dalam Makelar Kasus

Keterlibatan Media Dalam Makelar Kasus - Makelar Kasus Pajak salah satu bentuk wajud dari mafia hukum yang selama ini di indikasikan telah merajai sistem hukum di Indonesia, bahkan Mafia sudah menguasai indonesia seperti yang telah di tulis Pemuda Indonesia Baru pada Postingan yang lalu ( Baca disini )

Makelar atau bahasa rakyatnya adalah " Calo " adalah orang yang mengurus sesuatu untuk diselesaikan dengan cara cepat dan tepat dan tentunya menguntungkan bagi si pengguna jasa maupun si Makelar. Sehingga banyak makelar ini menggunakan prinsip " Jalan Pintas dianggap Pantas" asal saling menguntungkan.

Makelar bukanlah sesuatu istilah maupun barang baru dalam kehidupan kita. Hampir disetiap sisi kehidupan kita Makelar itu ada. MUlai dari instansi Tingkat terendah sampai tertinggi, hanya modus dan tentunya "Basahnya" saja yang membedakan. Dalam hal ini ada dua makelar yaitu makelar pajak, dan makelar kasus pajak.

Beberapa Pekan terakhir ini, hampir setiap media meliput dan mengikuti perkembangan kasus Makelar Pajak yang ikut menyeret-nyeret beberapa Jendral di kepolisian, Kejaksaan, pengusaha, Hakim dan beberapa orang di Ditjen Pajak.

Makelar Pajak ini Mulai terungkap, ketika Komjen Susno Duadji melaporkan bahwa ada Makelar Kasus Pajak di Kepolisian yang melibatkan beberapa Jendral di Kepolisian. Laporan Mantan Kabagreskrim Mabes Polri ini sangat mengejutkan dan tentunya perlu disikapi serius oleh pihak terkait.

Berawal dari diperiksanya seorang  Makelar Pajak yang bekerja di Ditjen Pajak yang bernama Gayus Tambunan oleh kepolisian, Maka Makelar Pajak ini berubah menjadi Makelar Kasus pajak, yang melibatkan Pengusaha, jaksa, Jendral dikepolisan , Hakim dan salah seorang Advokat.

Dari hasil Makelar Pajak Gayus membiayai kerja-kerja Makelar kasus Pajak tersebut, agar Gayus bebas dari jeratan hukum. Dan dengan uang begitu banyak hasil mejadi makelar pajak selama ini, gayus mendapatkan Vonis bebas  oleh hakim PN tanggerang.

Proses pemeriksaan di kepolisian sampai putusan telah diakui ada kejangalan-kejanggalan dimana-mana. Tapi mengapa baru saat ini terungkap kejanggalan kejangalan tersebut ???

Terungkapnya Makelar Kasus ini tidak terlepas dari peran media, Medialah yang membuat kasus Makelar Pajak inia menjadi perhatian publik sehingga mau tidak mau suka tidak suka pihak-piha terkait dengan sungguh sunggub menyelesaikannya. Dan untuk hal ini kita patutlah kita memberikan apresiasi kepada pemburu dan pemberi informasi semuanya.

Disisi lain keterlambatan terungkapnya kasus ini juga tidak terlepas dari lambatnya media mengungkapkanya ke publik, atau bisa saja media sendiri ikut terlibat dalam Makelar kasus pajak ini. Hal ini menjadi sebuah kemugkinan karena pada umunya disetiap pengadilan, di kepolisian, kejaksaan dan instansi-instansi pemerintah lainnya  pos-pos media selalu ada dan  jikalau memang tidak ada berarti sebagai peliput informasi, para jurnalis tidak memburu berita.

Artinya, Kasus pemeriksaan Gayus Tambunan di Kepolisian sampai Pengadilan , Media pasti mengetahui,  terutama mengenai putusan bebas di PN tanggerang,  akan tetapi mengapa hal ini baru  terungkap sekarang?

Apakah karena Seorang Susno Duadji Yang berbicara, ataukah sebelumnya Hasil Makelar Pajak yang menutup mulut? Yang terpenting, Semoga jangan karena Pengalihan Isu !

Joy Tobing Diadukan ke Polisi Melakukan Perzinahan

Joy Tobing Diadukan ke Polisi Melakukan Perzinahan - Penyanyi cantik Joy Tobing dan Daniel Sinambela suaminya dilaporkan lebih tepatnya diadukan  ke polisi oleh mantan istri Daniel, Deborah Anastasia dengan tuduhan melakukan perzinahan.
 
Perbuatan Zinah/ melakukan perzinahan merupakan tindak pidana aduan atau delik aduan yang diatur pada Pasal 284, Bab XIV tentang Kejahatan terhadap Kesopanan KUHP (KItab Undang-Undang Hukum Pidana).

Dimana Bunyi Pasal itu sebagai berikut: 
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
  • seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak, zinah (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya, 
  • seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
  • seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
  • seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
(5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

Pasal ini dapat dikenakan kepada Joy Tobing dan Daniel karena sewaktu mereka melakukan pernikahan, beluam ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap dalam prose perceraian Daniel  dengan Deborah Anastasia. jadi secara hukum ( de Yure) daniel dan Deborah belum resmi bercerai, walaupun secara kenyataan (de facto) mereka sudah pisah rumah dan ranjang dan sudah ada gugatan perceraian.

Permasalahannya ada mengapa pihak gereja memberkati mereka, hal ini dikarenakan pada saat pihak gereja mempertnyakan adakah halangan yang dapat membuat pernihakahn mereka tidak dapat dilanjutkan, kedua insan ini menjawab tidak ada.

Jawaban ini bisa juag diakategorikan sebagai kejahatan sumpah palsu dan keterengan palsu, dimana pada pasal 242 ayat 1 KUHP berbunyi :
Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, dengan lisan atau tulisan, secara pribadi atau melalui kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

laporan atau Aduan yang dilakukan oleh Debora anstasia merupkan hak dia sebagai pihak yang merasa dirugikan karena pada saat itu masih berstatus istri sah dari Daniel.

Bila Pihak Kepolisian hanya memeriksa pasal 284 maka joy dan daniel tidak dapat ditahan, akan tetapi bila polisi juga menyatakan mereka telah diduga melakukan tindak pidana mennurut pasal 242 maka mereka dapat ditahan oleh pihak kepolisian.

Dalam perkara ini biarlah Pengadilan yang memutuskan siapa yang bersalah, dan kita wajib menghirmati asas praduga tidak bersalah.

Hukuman Penghinaan dan Pelecehan Sara

Hukuman Penghinaan dan Pelecehan Sara - Hati-hati dalam membuat tulisan di Internet, karena bila berbua penghinaan dan pelecehan terhadap sara maka hukuman berat akan menanti anda.

Pada pasal 28 ayat 2 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik pada Bab VII tentang  perbuatan yang dilarang meyebutkan bahwa:
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)"

Sedangkan pada Bab XI Tentang Ketentuan Pidana Pasal 45 ayat 1 UU Infromasi dan transaksi elektonik menyatakan bahwa :
"Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ataudenda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah "

Kasus Erza rahmawan merupakan contoh bagi kita semua, agar lebih berhart-hati dalam berucap apalagi menulis pada sebuah media yang dapat dilihat banyak orang,

Kita boleh marah, kita boleh benci, kita boleh memaki, kita boleh menhina, akan tetapi cukup didalam hati. Marilah kita control diri dan saling menghargai dan menghormati. Karena bila kita tidka hati-hati maka akan berakhir di Bui.

Selamat Merefleksi dan Mengevaluasi diri, semoga tulisan ini berarti bagi saudara/i, bangsa dan Negeri.

Kronologis Penyuapan Politisi PDIP oleh Miranda Gultom Versi JPU

Kronologis Penyuapan Politisi PDIP oleh Miranda Gultom Versi JPU - 'Skenario'/Kronologis  penyuapan dalam pemilihan Miranda Goeltom sebagai deputi senior gubernur Bank Indonesia (BI) terkuak di persidangan. Terdakwa Dudhie Makmun Murod diperintahkan Panda Nababan mengambil dan membagikan titipan traveller's cheque senilai Rp 9,8 miliar.

Demikian isi dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Roem dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/3/2010). Sidang ini dipimpin ketua majelis hakim Nanik Indrawati.

M Roem mengatakan, terdakwa Dudhie bersama-sama anggota Komisi IX DPR dari FPDIP mengikuti rapat di ruang Fraksi PDIP di lantai 6, Gedung Nusantara I, DPR pada Mei 2004.

Rapat saat itu, dihadiri Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo, Sekretaris FPDIP Panda Nababan dan anggota Komisi IX dari PDIP. Dalam rapat itu, Tjahjo Kumolo menyampaikan PDIP akan mendukung calon Miranda Goeltom sebagai Deputi Senior BI. "Anggota PDIP di Komisi IX diminta memilih Miranda Goeltom dan mengamankan keputusan fraksi tersebut," papar Roem.

Pada pertemuan berikutnya sekitar Mei 2004 di tempat yang sama, Tjahjo kembali mememberi arahan agar anggota PDIP menjalankan keputusan partai dengan memilih Miranda sebagai Deputi Senior Gubernur BI. Pada saat itu, Panda Nababan ditunjuk sebagai koordinator pemenangan.

Dudhie juga menghadiri pertemuan 29 Mei 2004 di Club Bimasena yang dihadiri oleh Miranda, Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo, Koordinator Pemenangan Panda Nababan dan anggota Komisi IX dari PDIP lainnya.

Pada saat itu, Miranda menyampaikan visi dan misinya. Pada saat itu, Tjahjo kembali menekankan agar anggota Komisi IX PDIP memilih Miranda sebagai keputusan partai.

Pada Juni 2004, lanjut dia, sesaat setelah pemilihan selesai di Gedung Nusantara I terdakwa Dudhie ditelepon Panda Nababan untuk menemui seseorang di Restoran Bebek Bali untuk menerima titipan dari Nunun Nurbaeti berupa sebuah traveller's cheque (TC) BII senilai Rp 9,8 miliar.

"Kemudian, terdakwa memberitahukan ke Panda Nababan dan oleh Panda Nababan disarankan untuk dibagi-bagi ke anggota komisi IX dari PDIP," ujar Roem.

Menurut dia, terdakwa Dudhie kemudian mendapat 10 lembar TC senilai Rp 500 juta. Sisanya, diserahkan ke Panda Nababan, Emir Moeis, dan Sukardjo Harjosuwiryo.

Kasus Korupsi Tiket Pesawat Kementerian Luar Negeri

Kasus Korupsi Tiket Pesawat Kementerian Luar Negeri - Tim Jampidsun kembali memeriksa 6 staf kementerian luar negeri dalam Dugaan Kasus Korupsi mark up refund Tiket Pesawat dinas menteri luar negeri yang terjadi pada tahun 2006-2009.

Diantara 6 staf yang diperiksa tersebut satu diantarnya ditetapkan sebagai tersangka yaitu Mantan staf biro keuangan Kemlu Ade Miswar Wijaya.

5 saksi diperiksa  yaitu mantan staf Biro Keuangan Kemlu, I Gusti Putu Adhiyana dan staf Biro Keuangan Kemlu, Syarif Syam Arman,  staf Bagian Kepegawaian Kemlu Juhaniar, staf bagian administrasi dan pembiayaan dinas Dyah Kodijah, dan PPK Biro Keuangan Kemlu Basiruddin Hidayat

"Keterangan yang diberikan saksi I Gusti Putu Adhyana, Syarif Syam Arman, Juhaniar, Dyah Kodijah, Basirudin Hidayat dan tersangka Ade Miswar Wijaya pada pokoknya antara lain mengenai mekanisme pencairan refund tiket," ujar Kapuspenkum Kejagung Didiek Darmanto, dalam keterangan pers di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (4/3/2010).
 
Didiek menjelaskan pemeriksaan dilakukan sejak pukul 10.00 WIB dan baru berakhir sekitar pukul 17.00 WIB. "Pertanyaan yang diberikan sekitar 25 buah," terangnya.Sampai saat ini pemeriksaan saksi-saksi yang berjumlah 22 orang sejak Selasa (2/3). Pemeriksaan saksi-saksi akan berakhir pada 10 Maret 2010 mendatang

Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan 3 orang tersangka. Selain Ade Wismar, 2 orang lainnya adalah Dirut PT Indowanua Inti Sentosa sekaligus mantan pegawai Kemlu Syarwanie Soeni dan staf biro keuangan Kemlu Ade Sudirman.

Mukhamad Misbakhun Adukan Andi Arief Melakukan Pencemaran Nama Baik

Mukhamad Misbakhun Adukan Andi Arief Melakukan Pencemaran Nama Baik - Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Mukhamad Misbakhun melaporkan balik staf khusus presiden bidang bencana , Andi Arief ke Badan Reserse dan Kriminal Polri. Tuduhan yang dialamatkan ke Andi Arief adalah dugaan pencemaran nama baik.

"Sore hari ini saya bersama kuasa hukum saya, Zainudin Paru melaporkan tentang beberapa delik aduan terkait dengan saudara Andi Arief tentang sangkaan pencemaran nama baik dan juga fitnah yang disampaikan ke beberapa media pada saya," kata Misbakhun ketika akan melapor ke Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa 2 Maret 2010.

Menurut Misbakhun, laporannya ke polisi ini dibuat setelah mempertimbangkan alat bukti yang dia miliki. "Saya memutuskan untuk melaporkan, yang sudah saya sampaikan tadi dengan beberapa barang bukti, rekaman tv, print out media cetak, dan print out media online," kata dia.


Terkait  laporan Andi Arief, Misbakhun mengatakan letter of credit (LC)  yang dia miliki bukanlah fiktif. Misbakhun mengaku telah membayar hutang itu.

"Kasus 1998/1999 dimana bank tutup, saya kasih contoh analogi yang sederhana. Punya utang, ketika bank nya ditutup apakah tidak membayar. Kan masih ada bank lain. Saya tetap membayar tidak ada kepentingan," kata dia.

Sebelumnya, Andi  Arief melaporkan Mukhamad Misbakhun ke Polres Jakarta Pusat. Anggota Fraks PKS dari daerah pemilihan Jatim II (Pasuruan-Probolinggo) ini dituduh melakukan transaksi letter of credit (L/C) fiktif dari Bank Century. Nilai LC fiktif itu 22,5 juta dolar Amerika.

Aliran dana ini bermula ketika Bank Century memberikan fasilitas utang dagang kepada sepuluh debitur senilai 178 juta Dolar AS antara November 2007 dan Oktober 2008. Selain PT Selalang Prima Internasional, sembilan perusahaan lainnya adalah PT Polymer Spectrum, PT Trio Irama, PT Petrobas Indonesia, PT Sinar Central Sandang, PT Citra Senantiasa Abadi, PT Dwi Putra Mandiri, PT Damar Kristal Mas, PT Sakti Persada Raya, dan PT Energy Quantum. PT Selalang Prima Internasional mengajukan L/C sebesar 22,5 juta Dolar AS.

Misbakhun yang telah mengabdikan diri di Ditjen Pajak selama 15 tahun ini dilaporkan telah melakukan transaksi ekspor-impor melalui L/C Bank Century pada tahun 2007. Saat terjadi  transaksi itu, pria kelahiran 1970 ini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Selalang Prima Internasional yang merupakan produsen biji plastik.

Pada 2007 itu, PT Selalang Prima Internasional mengajukan L/C impor gandum. Namun, impor gandum itu diduga tidak pernah terjadi.

Pelaku Uji Coba Roket Nyasar Dapat Dipidana

Pristiwa Roket nyasar yang terjadi sewaktu pindad mengadakan uji coba roket di Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Lumajang menyebabkan pasangan suami istri mengalami luka berat sehingga kakinya harus diamputasi. Uji coba roket yang dilakukan pindad tersebut tenyata nyasar kerumah pasangan tersebu dan beberapa lagi nyasar ke sawah dekat pemukiman penduduk.

Menanggapi kejadian ini menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Suharna Surapranataitu yang ikut menyaksiakan uji coba berdarah itu mengatakan bahwa pihaknya akan membiayayi semua biaya pengobatan kedua korban tersebut. Dan akan memberikan santunan sebesar 300 ribu / bulan selama 3 tahun.

Hal ini sangat berbeda dengan yang diharapkan oleh anak-anak kedua korban begitu juga korban dimana mereka mengharapkan agar orang tua mereka disantuni seumur hidup.

Sampai saat ini pihak kepolisian terus mengadakan investigasi terhadap kejadian ini dan mengumpulkan keterangan-keterangan dari pihak terkait, yaitu PT. Pindad, Angkatan Udara, Menristek dan Lapan. Investigasi ini sangat perlu agar kejadian ini dapat diproses secara hukum.

Pasal yang dapat dikenakan kepada pelaku penembakan Roket nyasar ini adalah pasal 360 KUHP yang berbunyi : " Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaian /kealpaanm) menyebabkan orang luka berat dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun"

Unsur barang siapa yaitu Pihak Pindad dan Angkatan udara, Menristek, serta lapan yang turut serta (Pasal 55 KUHP) dalam melakukan uji coba tersebut, kesalahan / kelalaian dapat kita lihat pada tidak tidak diperhatikannya secara detail situasi dan kondisi angin pada saat itu dan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan melencengnya target roket. Hal ini dapat dibuktikan dengan keterangan yang diberikan oleh peneliti Lapan sendiri (sumber: detik.com)

Akibat dari Kelalaian mereka maka pasangan suami istri tersebuat mengalami luka berat yang sekarang ini masih dirawat di rumah sakit.

jadi dalam hal ini pihak kepolisian seharusnya sudah dapat menangkap par pelaku tersebut, permasalahan para pihak tersebut mau mengobati dan memberi santunan itu masalah kedua yang jelas Hukum sebagai panglima seperti yang selalu dungkapkan oleh SBY harus dibuktikan.
 
Powered By Blogger | Portal Design By KOHUON-line © 2009 | Resolution: 1024x768px | Best View: Firefox | Top